Jumat, 20 Januari 2012

SERAH TERIMA JABATAN KOMANDAN SATUAN RADAR 241




Jabatan Komandan Satuan Radar 241 Buraen diserahterimakan dari Letkol Lek Sudirman kepada Letkol Lek Laurensius Dwi Sulistyo Hutomo di Gedung Serbaguna Farsyos Kosek Hanudnas IV, pada hari Selasa tanggal 12 April 2011. Bertindak selaku Inspektur Upacara Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional IV (Pangkosek Hanudnas IV) Marsekal Pertama TNI Muhammad Syaugi S.Sos. Sedangkan Komandan Upacara adalah Mayor Lek A. Wibowo, dihadiri oleh Pejabat Kosek Hanudnas IV, Danlanud Manuhua, Danyon Paskhas 468 Sarotama, Dansatrad 242 Tanjung Warari, Dansatrad 244 Merauke dan undangan lainya. 

Pangkosek Hanudnas IV dalam sambutannya menyampaikan serah terima jabatan di lingkungan TNI Angkatan Udara, suatu hal yang wajar dilakukan serta merupakan bagian dari mekanisme Tour of Area dan Tour of Duty dalam rangka pembinaan personel dan pendayagunaan sumber daya manusia secara lebih optimal yang dilaksanakan secara terencana, teratur dan berkesinambungan. 

Lebih lanjut Pangkosek Hanudnas IV mengharapkan Dansatrad 241 Buraen beserta anggotanya untuk dapat meningkatkan kemampuan dan operasional Satrad 241 Buraen serta personel yang mengawakinya agar memiliki disiplin, dedikasi, motivasi, integritas dan semangat juang yang tangguh serta profesional. 

Pangkosek Hanudnas IV mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Letkol Lek Sudirman atas pengabdian dan dedikasinya selama menjabat sebagai Dansatrad 241 Buraen, dan mengucapkan selamat datang kepada Letkol Lek Laurensius Dwi Sulistyo Hutomo sebagai Dansatrad 241 Buraen yang baru. 

Letkol Lek Laurensius Dwi Sulistyo Hutomo sebelumnya berdinas sebagai Komandan Satrad 234 Sibolga Kosek Hanudnas III dan Letkol Lek Sudirman selanjutnya menempati jabatan yanga baru sebagai Pabandyaharkomlek Skomlek Kosek Hanudnas II.


SATUAN RADAR 241 DARI GENERASI KE GENERASI



Perkembangan IPTEK dan Informasi

         
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, pada era abad 21 membuktikan bahwa  negara-negara maju sangat memerlukan peralatan militer dengan bobot teknologi yang canggih guna dapat menjamin, menjaga serta mempertahankan  keutuhan dan kedaulatan negaranya dari ancaman pihak lain. Pada era kebesaran tahun 60-an, Alat Utama sistem Senjata radar telah memperkuat TNI AU dimana radar merupakan salah satu kekuatan di jajaran Kohanudgab pada saat itu, peran radar sangat menbantu dalam pelaksanaan operasi-operasi yang dilaksanakan oleh Kohanudgab dan Kotamaops ABRI/TNI pada dasawarsa tahun  60-an. Dimana radar pada saat itu bersifat dapat mobilisasi sehingga mampu mendukung kegiatan operasi yang dilaksanakan diseluruh wilayah Nusantara. Diiringi dengan perkembangan kemajuan teknologi militer dan kondisi kawasan regional, TNI AU pada dasawarsa tahun 80-an memulai dengan perencanaan Upgrading serta Updating peralatan sistem senjata udara dengan menggunakan teknologi yang canggih, dimana TNI AU telah mendatangkan alutsista pesawat tempur sehingga alutsista radar pun harus mampu mengikuti kemampuan pesawat TNI AU tersebut.  

Kamis, 19 Januari 2012

SATUAN RADAR SEBAGAI PENGAWAS WILAYAH UDARA NASIONAL

Satuan Radar 241

       Satuan Radar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara adalah kesatuan yang berada di bawah Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohahudnas). Sebelum tahun 1999, Satuan Radar berada di bawah Komando Operasi Angkatan Udara (Koopsau). Tugas dan fungsi utama Satuan Radar adalah untuk mengawasi dan memantau segala pergerakan dalam wilayah udara Indonesia.

Satuan Radar di bawah Jajaran Komando Pertahanan Udara Nasional yaitu:
  1. Satuan Radar 211 Tanjung Kait, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten
  2. Satuan Radar 212 Ranai
  3. Satuan Radar 213 Tanjung Pinang
  4. Satuan Radar 214 Pemalang
  5. Satuan Radar 215 Congot, DIY
  6. Satuan Radar 216 Cibalimbing, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
  7. Satuan Radar 221 Ngliyep, Malang
  8. Satuan Radar 222 Ploso, Jombang
  9. Satuan Radar 223 Balikpapan
  10. Satuan Radar 224 Kwandang, Gorontalo
  11. Satuan Radar 225 Tarakan
  12. Satuan Radar 231 Lhokseumawe
  13. Satuan Radar 232 Dumai
  14. Satuan Radar 233 Sabang
  15. Satuan Radar 234 Sibolga
  16. Satuan Radar 241 Buraen, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur
  17. Satuan Radar 242 Tanjung Warari, Biak
  18. Satuan Radar 243 Timika
  19. Satuan Radar 244 Merauke
  20. Satuan Radar 245 Saumlaki

PROFILE SATUAN RADAR 241

         
 
      Satuan Radar 241 sebagai bagian integral unsur pertahanan udara melaksanakan tugas pembinaan kesiapan operasional beserta personelnya dan pengoperasian Alutsista Radar dalam rangka deteksi dini dan Pengendalian Intersepsi pesawat tempur sergap dan pesawat sergap low speed dalam operasi pertahanan udara, guna mendukung tugas Kosekhanudnas IV maka penjabaran dari tugas tersebut meliputi bidang operasi dan latihan, administrasi, personel, logistik, pengamanan, keselamatan kerja, dan kegiatan lainnya sesuai dengan kebijaksanaan satuan pembina.  
        Satuan Radar 241 mempunyai fungsi pengawasan wilayah udara nasional khususnya wilayah udara Nusa Tenggara Timur dan skitarnya. Saat ini Satuan Radar 241 dibawah komando Letkol Lek Laurensius Dwi Sulistyo Hutomo yang merupakan lulusan AAU tahun 1994. Teknologi Radar yang digunakan oleh Satuan Radar 241 merupakan pengembangan di tahun 1980 yaitu jenis Radar Thomson TRS 2215/R, dan sampai saat ini masih dapat beroperasi secara optimal.
     Seiring dengan perkembangan zaman saat ini, teknologi Radar terus diupayakan dan dikembangkan dalam berbagai aspek dan bidang untuk selalu senantiasa mendukung terlaksananya Operasi Pertahanan Udara Nasional di wilayah Nusa Tenggara Timur. Hal ini adalah salah satu pola dalam pengawasan wilayah udara dalam rangka deteksi dini dan pengendalian pesawat tempur strategis guna menjaga stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap ancaman dari negara asing yang sewaktu - waktu dapat mengancam.
          Satuan Radar 241 mempunyai call sign "Thunder Storm" sebagai wujud kebanggaan kami selaku personel yang mengawaki Alat Utama Sistem Senjata dalam hal ini adalah Radar Thomson TRS 2215/R yang selalu senantiasa menjaga wilayah udara nasional demi terciptanya kadaulatan Republik Indonesia. Dengan motto Disiplin, pantang menyerah serta Ikhlas merupakan langkah yang harus selalu diemban oleh personel Satuan Radar 241 dalam mendukung kelancaran Operasi Pertahanan Udara Nasional.


SEJARAH RADAR DUNIA



Sejarah INSAR



Kata INSAR sebenarnya merupakan singkatan yang ‘bertingkat’. Dikatakan bertingkat karena singkatan INSAR itu sendiri terdiri atas tiga istilah pembentuknya, yaitu Interferometry, Synthetic Aperture Radar (SAR), dan Radar (Radio detection and Ranging)itu sendiri. Sejarah INSAR yang akan dibahas pada thesis ini akan didasarkan pada ketiga hal tersebut.
Sebelum dikenal istilah radar, RDF (Radio Direction Finder), dan merupakan teknologi yang dikembangkan oleh Inggris. Awalnya radar dikembangkan oleh pihak militer Inggris sebelum memasuki perang dunia ke-2, dan kemudian benar-benar diaplikasikan dalam perang dunia ke-2, terutama ketika melawan Jerman. Teknologi radar saat itu benar-benar sangat membantu inggris memenangkan perang melawan Jerman, padahal sebetulnya Jerman telah lebih dahulu mengenal teknologi penggunaan gelombang elektromagnetik untuk mendeteksi objek logam. Pada tahun 1941, RDF baru di ganti istilahnya menjadi yang kita kenal saat ini, radar yang merupakan akronim dari Radio Detection and Ranging.
Radar merupakan sistem yang menggunakan gelombang elektromagnetik untuk menentukan jarak, ketinggian, arah, beserta parameter-parameter turunan lainnya seperti kecepatan, perubahan kecepatan (percepatan), dan lain sebagainya. Seiring dengan berjalannya waktu, teknologi radarpun semakin bertambah maju. Saat ini kemampuan radar sudah semakin bertambah banyak, seperti selain penggunaan yang sudah disebutkan dengan kualitas yang jauh lebih baik, radar juga mampu mengenali objek yang diamati sampai karakteristinya, seperti jenis bebatuan, kadar air, dan sebagainya. Aplikasi radar juga semakin bertambah luas, bukan hanya dalam bidang militer, namun juga merambah kebidang geologi, geofisika, geodesi, kedokteran, ilmu lingkungan, astronomi, dan lain sebagainya.
Ada dua tonggak penting dalam kelahiran teknologi radar, yaitu ketika konsep-konsep dasar yang menjadi pondasi ilmu radar ditemukan. Yang pertama adalah pada tahun 1873, dimana pada saat itu James Clerk Maxwell berhasil merumuskan persamaan tentang elektromagnetisme dalam bukunya “Treaties on Electro and Magnetism”. Dan yang kedua adalah pada tahun 1886, ketika Heinrich Hertz melakukan experimennya. Pada experimennya itu, ia berhasil memproduksi dan mendeteksi gelombang radio yang diketahui parameter-parameternya untuk pertama kali. Dan yang lebih penting lagi, pada percobaan tersebut, ia juga menemukan fakta bahwa gelombang-gelombang yang dipancarkan tersebut dipantulkan juga disebarkan oleh objek yang dikenainya (Buderi, 1996, dalam Hanssen).
Ada beberapa inventor, ilmuwan, dan insinyur yang berkontribusi besar dalam tahap perkembangan awal teknologi radar ini. Orang pertama yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi keberadaan objek logam yang jauh adalah Christian Hülsmeyer (Wikipedia), yang pada tahun 1904 mendemonstrasikan kemampuan mendeteksi keberadaan kapal dalam kondisi kabut yang sangat berat, namun saat itu belum dapat menentukan jarak dari sensor ke kapal tersebut (www.radarworld.org). Alat tersebut dapat mengenali objek dalam jarak 3000 meter. Kemudian pada tahun yang sama (Bulan April 1904), dia mendapatkan paten dari Reischspatent dengan Nomor Nr.165546 untuk alat sistem radar yang dibuatnya, kemudian dia mematenkan kembali teknologi radarnya yang sudah ia perbaiki (terkait penentuan jarak) tidak lama setelahnya dengan nomor paten 169154.
Pada tanggal 30 April 1904, Christian Hülsmeyer menerapkan patennya pada alat sistem radar berikutnya yang dinamai ‘telemobiloscope’. Ia melakukan penelitian ini di Dusseldorf Jerman. Alat ini merupakan sistem radar yang mengintegrasikan transmitter dan receiver gelombang elektromagnetik, yang digunakan untuk mendeteksi benda logam di kejauhan. Alat ini kemudian didesain sebagai sistem anti tabrakan pada kapal-kapal besar seperti kapal perang, dan bekerja dengan sangat baik. Ia juga kemudian mematenkan hasil temuannya ini pada tangga 22 September 1904.
Perkembangan radar berikutnya memasuki babak baru pada tahun 1917. Ketika itu, pada bulan Agustus 1917, Nikola Tesla, ilmuwan kelahiran Austria berkewarganegaraan Amerika, menemukan prinsip pertamanya terkait dengan level frekuensi dan kekuatan gelombang elektromagnetis yang digunakan pada prinsip-prinsip radar pertama (The Electrical Experimenter August 1916, dalam wikipedia). Dia menyatakan :
"[...] by their [standing electromagnetic waves] use we may produce at will, from a sending station, an electrical effect in any particular region of the globe; [with which] we may determine the relative position or course of a moving object, such as a vessel at sea, the distance traversed by the same, or its speed."
Sebelum perang dunia kedua, sebetulnya Inggris dan Jerman sama-sama mengembangkan teknologi radar modern bersama dengan Amerika, Perancis, dan Uni Soviet. Dari negara-negara yang disebut itu, Amerika, Inggris, dan Jerman merupakan tiga negara yang paling aktif dalam pengembangan teknologi radar. Tercatat, pada tahun 1934 sampai dengan 1936, merupakan tahun-tahun yang penuh dengan penemuan juga pengembangan radar yang sangat berarti. Pada tahun 1934, ilmuwan Perancis, Émile Girardeau menyatakan bahwa dirinya telah berhasil membangun sistem radar yang didasarkan pada pernyataan dan penemuan-penemuan Tesla. Émile kemudian mendapatkan paten atas temuannya tersebut pada tahun yang sama di Perancis, dengan nomor paten 788795, untuk sistem dual radarnya. Sistem temuannya ini kemudian banyak dipasang pada kapal perang milik Angkatan Laut Perancis pada tahun 1935. Pada tahun yang sama pula, ilmuwan Amerika bernama Dr. Robert M. Page menemukan sistem radar pulsa tunggal (monopulse radar), dan juga seorang ilmuwan militer dari Uni Sovyet, P.K. Oschepkov, bekerja sama dengan Leningrad Electrophysical Institute Uni Sovyet, menghasilkan perlengkapan RAPID yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi pesawat terbang dalam area dengan radius 3 kilo meter dari receiver (John Erickson, 1972, dalam Wikipedia). Kemudian, pada tahun 1936, seorang ilmuwan berkebangsaan Hunggaria, Zoltán Bay, berhasil merampungkan sebuah model radar di Labolatorium Tungsram.
Namun, dari beberapa negara maju saat itu yang mengembangkan teknologi radar, Inggrislah yang pertama kali secara penuh mengekspoitasi kegunaan teknologi tersebut untuk keperluan pertahanan negara dari serangan pesawat udara. Hal ini didorong oleh kabar yang menyebutkan bahwa Jerman pada saat yang bersamaan tengan mengembangkan sinar yang mematikan. Secara teori, terdapat kemungkinan adanya cahaya yang memancarkan gelombang tertentu sehingga dapat menimbulkan efek fatal seperti yang di ramaikan saat itu. Ilmuwan Inggris yang diminta meneliti tentang hal ini oleh Angkatan Udara Inggris kemudian menyimpulkan bahwa hal tersebut tidak dapat dilakukan secara nyata, namun mendeteksi pesawat terbang sangat dimungkinkan. Robert Watson-Watt kemudian mendemonstrasikan kemampuan sistem radarnya yang lebih baik dari negara-negara pesaingnya, dan mematenkannya pada tahun 1935 (British Patent GB593017)(www.patent-france.fr), dan berfungsi sebagai basis jaringan radar untuk mempertahankan Inggris dari serangan musuh.
Kemajuan penting lainnya dalam bidang radar, terutama terkait dengan INSAR adalah dengan ditemukannya cavity magnetron. Ini merupakan salah satu penemuan Inggris yang paling penting. Dengan ditemukannya cavity magnetron, maka dimungkinkan untuk membangun sistem radar yang kecil dengan pulsa yang pendek, energi pancar yang besar, dan gelombang dalam skala centimeter. Peningkatan teknologi radar yang signifikan sungguh dimungkinkan dari penemuan ini. Alat ini ditemukan pada bulan September 1940 oleh tim yang tergabung dalam sebuah labolatorium rahasia di Massachusetts Institute of Technology (MIT) (Hennsen 2001, dan wikipedia).
Walaupun pada awalnya teknologi radar lebih banyak digunakan untuk keperluan militer, namun perkembangan teknologi radar untuk meperluan sipil berkembang dengan sangat cepat setelah perang dunia ke-2. Bidang astronomi adalah bidang yang pertama memperoleh keuntungan dari teknologi ini. Sistem radar bumi terbukti sangat ideal untuk mempelajari benda-benda langit terutama planet dan satelitnya, seperti bulan, planet Mars, Planet Venus, bahkan juga matahari. Pada bulan Januari 1946, gelombang pantul dari bulan diterima untuk pertama kalinya. Kemudian pada tahun 1961 (planet Venus), dan pada tahun 1963 (planet Mars), juga berhasil di observasi dengan menggunakan antena radio-astronomi (Goldstein dan Gillmore, 1963 dalam Hanssen; Goldstein dan Carpenter, 1963 dalam Hanssen). Parameter-parameter yang ditentukan waktu itu adalah kecepatan, delay waktu, dan intensitas untuk berbagai macam polarisasi (Goldstein, 1964, 1969 dalam Hanssen). Percobaan pertama membawa teknologi radar ke luar angkasa dimulai pada tahun 1962 oleh Jet Propulsion (JPL) NASA. Observasi lunar radar oleh JPL dari Apollo 17 berhasil dilakukan pada tahun 1972.

Prinsip Radar
Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan atau dihamburkan dari objek dengan besaran/konstanta dielektrik atau diamagnetik tertentu. Ini berarti sebuah objek padat di udara atau dalam ruang vakum, atau semua benda yang memiliki kepadatan atom yang signifikan antara objek tersebut dengan pemancar gelombang, biasanya akan memantulkan atau menghamburkan gelombang radar. Bahan-bahan yang bersifat menghantarkan listrik (konduktor), seperti logam dan fiber karbon. Hal ini membuat radar sangat cocok untuk mendeteksi keberadaan pesawat terbang dan kapal. Ada juga bahan-bahan yang menyerap gelombang radar, yaitu benda-benda yang memiliki sifat resistor, dan kangkala memiliki unsur magnetik. Bahan-bahan sepeti inilah yang digunakan oleh pihak militer untuk diaplikasikan pada kendaraan militer untuk mengurangi pantulan gelombang radar, sehingga keberadaannya tidak bisa dideteksi dengan menggunakan radar.
Gelombang radar terpantul dalam cara yang berbeda sesuai dengan panjang gelombang dan bentuk dari objek yang dikenainya. Jika panjang gelombang jauh lebih kecil daripada ukuran objeknya, maka pantulan dari gelombang radar tersebut akan mirip ketika cahaya dipantulkan oleh cermin. Jika yang terjadi sebaliknya, yaitu ukuran gelombang jauh lebih besar daripada ukuran objeknya, maka gelombang pantul tersebut akan terpolarisasi. Dalam kehidupan sehari-hari, efek dari polarisasi ini adalah efek yang membuat langit terlihat biru dan merah ketika matahari terbenam. Sistem radar yang pertama menggunakan panjang gelombang yang sangat besar, demikian besar hingga seringkali panjang gelombang tersebut lebih besar daripada objek yang dikenainya. Penggunaan gelombang seperti ini menghasilkan sinyal yang kabur. Sementara pada sistem radar modern, panjang gelombang yang digunakan jauh lebih pendek, dan panjangnya lebih kecil daripada objek yang ingin diamati.
           Pada sistem radar yang digunakan saat ini beroperasi pada frekuensi antara 220 MHz sampai dengan 35 GHz. Namun, beberapa sistem radar ada yang menggunakan frekuensi sampai 5 MHz, ada juga yang beroperasi sampai dengan frekuensi 94 GHz. Biasanya, semakin tinggi frekuensi yang digunakan, semakin tajam gelombang patul yang diterima, dan penentuan jarak serta lokasi dapat ditentukan lebih akurat.